Jejak Langkah di Atas Papan Catur

(Foto: Agus Kurniawan)

Halo semuanya! Saya Agus Kurniawan, biasa dipanggil Agus, lahir di Tangerang, 8 Agustus 2003. Saat ini saya sedang menempuh pendidikan di Politeknik Negeri Jakarta, dengan program studi Jurnalistik. Di balik perjalanan pendidikan dan kehidupan saya, ada banyak kisah dan pengalaman yang membentuk diri saya hingga hari ini.

Saya berasal dari keluarga yang sederhana. Ayah saya, bernama almarhum Manismun dan Ibu bernama Sawiyah. Almarhum Ayah adalah seorang pegawai PLN UID Banten (PLN Unit Induk Distribusi Banten) dari 2014-2019 dan PLN UID Jakarta Raya dari awal dinas sampai 2014. Sedangkan Ibu, seorang ibu rumah tangga.

Saya merupakan anak ke tiga dari tiga bersaudara. Kakak pertama bernama Arif Sanjaya, dia merupakan lulusan elektro di Universitas Esa Unggul, saat ini bekerja di PLN Gardu Induk Cikupa. Kakak kedua bernama Fitri Wahyuningsih, dia merupakan lulusan perkantoran di Universitas Negeri Yogyakarta, saat ini dia seorang ibu rumah tangga. Kakak saya kini sudah menikah dan mempunyai keluarga.

Saya tinggal bersama orang tua di Balaraja, Kabupaten Tangerang. Orang tua mendidik saya dengan sangat baik. Saya bangga atas pengorbanan dalam membesarkan saya, dan saya sangat menyayangi mereka. Karena tanpa mereka, saya tidak akan pernah tahu seperti apa bentuk dunia ini, tidak akan tahu seperti apa cinta dan kasih sayang darinya, dan tidak akan pernah merasakan yang namanya hidup.

Saya mempunyai hobi bermain catur. Saat SMA, saya menjuarai Lomba Catur Haornas. Saat kuliah, saya memenangkan Liga Catur PNJ 2023, saat seleksi PORSENI saya mendapatkan poin tertinggi, sayang UKM catur tidak lolos administrasi PORSENI. Selain itu, saya juga gemar mempelajari software komputer, seperti Adobe Family, SketchUp, 3D Blender, dan Visual Studio Code.

Perjalanan pendidikan saya dimulai di TK Darul Ilmi, sebuah sekolah kecil yang berada dekat dengan rumah. Masa kanak-kanak saya di TK ini penuh dengan kenangan manis. Setiap hari saya bermain bersama teman-teman, menikmati kebersamaan tanpa beban. Masa TK adalah masa yang sangat bahagia, ketika hidup hanya dipenuhi dengan tawa dan permainan. Saya merasa sangat beruntung bisa menikmati masa-masa itu, di mana saya belajar tentang arti persahabatan dan kebahagiaan sederhana.

Setelah TK, saya bersekolah di MIN 7 Tangerang tepatnya di desa Tobat, Kecamatan Balaraja, Kabupaten Tangerang. Saya berangkat ke sekolah diantar jemputan sekolah, kadang juga di antar oleh orang tua. Karena waktu itu, Ayah berangkat ke kantor pukul 05:00 dan Ibu kadang ikut bila ada kegiatan dari DWP (Dharma Wanita Persatuan) dan PIKK (Persatuan Istri Karyawan Karyawati). Saat libur, saya juga ikut ibu mengikuti kegiatan-kegiatan dari DWP dan PIKK seperti bakti sosial, arisan, kunjungan PI hingga tour ke berbagai daerah.

Lulus dari MI, saya melanjutkan pendidikan di SMPN 1 Balaraja, yang berada tidak jauh dari rumah. Pada hari pertama saya masuk, saya sangat canggung dikarenakan siswa disana sangatlah pintar dan tentunya memiliki karakter yang berbeda beda dan beragam. Berbagai macam karakter telah saya temui seperti egois,  sombong, rendah hati dan lainnya. Pada umumnya mereka berangkat kesekolah menggunakan angkutan umum, naik sepeda, berjalan kaki, dan ada juga yang menggunakan motor milik orang tuanya, termasuk saya sendiri. Karena ada motor tidak terpakai di rumah, sehingga saya memanfaatkannya untuk pergi ke sekolah.

Setelah lulus SMP, saya melanjutkan pendidikan di SMAN 19 Kabupaten Tangerang, yang sangat dekat dengan rumah. Awalnya, saya berniat memilih jurusan IPA karena saya suka berhitung dan kurang baik dalam menghafal. Namun, saat pengumuman pembagian kelas, saya terkejut mendapati bahwa saya ditempatkan di jurusan IPS. Padahal, hasil psikotes saya menunjukkan skor 122, yang berada di atas rata-rata. Kemungkinan karena hasil psikotes terlambat, sekolah lebih mengandalkan nilai rapor, sehingga hasil psikotes tidak terlalu diperhitungkan. Meski awalnya kecewa, saya akhirnya bisa menerima keputusan tersebut dan menjalani pendidikan di jurusan IPS dengan semangat.

Ketika saya lulus SMA, saya merasa bingung untuk melanjutkan ke universitas mana. Pertama, saya mengikuti tes di Untirta melalui jalur SBMPTN, tetapi sayangnya tidak lulus di jurusan Elektro. Kemudian, saya mendaftar di SBMPN dan memilih Politeknik Negeri Jakarta (PNJ), dan alhamdulillah, saya berhasil lulus.

Namun, perjalanan kuliah saya tidaklah mudah. Saya menghadapi berbagai rintangan, mulai dari kesehatan Ayah yang terganggu akibat penyakit gula, stroke, hingga masalah ginjal yang mengharuskan beliau menjalani cuci darah. Dalam seminggu, Ayah bisa lebih dari tiga kali harus ke rumah sakit untuk melakukan cuci darah dan rehabilitasi stroke. Ketika saya libur, saya selalu ikut mengantarkan Ayah ke rumah sakit.

28 Desember 2023 adalah hari yang tidak akan pernah saya lupakan, hari di mana saya hanya bisa menangis dan pasrah kepada Tuhan atas kepergian Ayah tercinta. Saat menerima kabar itu, seluruh dunia saya runtuh. Rasanya hati ini dipenuhi dengan kesedihan yang mendalam, tidak ada lagi cahaya harapan yang menerangi langkah saya.

Saya teringat setiap momen yang telah kami lalui bersama. Senyumnya yang hangat, nasihat bijaknya, dan kasih sayangnya yang tak tergantikan. Semua itu tiba-tiba menghilang, dan saya merasa kehilangan bagian terpenting dalam hidup saya. Air mata mengalir tanpa henti, seolah menjadi saksi bisu dari segala rasa sakit yang saya rasakan. Dalam kesedihan itu, saya berdoa kepada Tuhan, memohon agar Ayah diberikan tempat terbaik di sisi-Nya.

Previous Post Next Post